Minggu, 12 Desember 2010

Mengubah Kelemahan Menjadi Kekuatan

ELEANOR ROOSEVELT

Kartini dan Eleanor Roosevelt. Apa persamaan kedua wanita ini? Keduanya adalah ibu rumah tangga, dan sekaligus pejuang hak-hak dan martabat warga sipil. Kartini, yang hari ulang tahunnya kita peringati tiap tanggal 21 April, berjuang dengan gigih untuk mencerdaskan dan menegakkan persamaan hak bagi warga sipil, khususnya wanita indonesia, pada zamannya. Nun jauh di Amerika Serikat, ada seorang ibu rumah tangga yang memiliki semangat juang serupa. Ibu rumah tangga tersebut adalah Eleanor Roosevelt, mantan Ibu Negara Amerika Serikat yang juga memiliki kualitas yang patut kita teladani.


Mengubah kelemahan Menjadi Kekuatan
Eleanor lahir pada tanggal 11 Oktober 1884. Ia menikah dengan sepupu jauhnya, Franklin Delano Roosevelt (presiden Amerika Serikat Perang Dunia II). Seperti layaknya manusia biasa yang memiliki kelemahan, Eleanor juga merasa bahwa ia memiliki banyak kelemahan, antara lain : Rasa minder karena ia tidak berkarier di perusahaan, tetapi hanya berperan sebagai ibu rumah tangga. Namun, Eleanor tidak menjadikan kelemahannya ini sebagai hambatan untuk maju. Ia menggunakan waktu dan perannya sebagai ibu rumah tangga untuk mengamati masalah-masalah sosial yang muncul di masyarakat sekitarnya : Masalah diskriminasi terhadap wanita, terhadap pekerja anak, dan terhadap warna kulit hitam. Observasinya yang kuat pada masalah sosial telah mendorong sang ibu rumah tangga ini untuk tampil sebagai pejuang keadilan sosial bagi warga sipil.

Berperan Ganda
Statusnya sebagai ibu rumah tangga tidak membatasi perjuangan Eleanor Roosevelt. Dengan fleksibilitas waktu yang dimilikinya, ia memperjuangkan keadilan bagi warga sipil melalui berbagai cara. Berbagai peran pun dilakoninya (dosen, kolumnis, komentator radio, pembicara di berbagai konferensi pers, konvensi nasional, dan berbagai peristiwa penting lainnya) untuk menyuarakan kepentingan kaum yang tertindas.

Kritik Bukanlah Hambatan
Dalam menjalani peran gAndanya tersebut, tidak sedikit kritik yang diterimanya dari berbagai golongan yang merasa terganggu dengan perjuangan sosialnya. Namun, dengan ketegaran baja Eleanor maju terus. Kritik-kritik tersebut tidak menjadikannya putus asa. Eleanor menggunakan masukan-masukan ini sebgai pelajaran berharga untuk melangkah maju.

Tidak Cepat Putus Asa
Perjuangan Eleanor tidak selalu berjalan mulus. Namun demikian, mantan Ibu Negara ini tidak putus asa. Ia mencoba berbagai cara (melalui tulisan di berbagai media massa, kuliah-kuliahnya di perguruan tinggi, pidato, dan presentasi di berbagai peristiwa berskala daerah, nasional, dan internasional, kunjungan ke berbagai negara bagian) untuk menyuarakan perjuangannya dan memberi inspirasi kepada banyak orang untuk ikut serta berjuang menegakkan keadilan sosial.

Berfikir Jauh Ke Depan
Eleanor mempunyai pikiran yang jauh ke depan dibandingkan kebanyakan orang pada zamannya. Ia melihat perlunya masyarakat dalam sebuah negara bersatu untuk saling memberi sumbangan positif bagi pembangunan bangsa. Persatuan ini hanya dapat terjadi jika semua warga diberi kesempatan yang sama sesuai dengan kemampuan dan talenta masing-masing untuk memajukan negara.
Dengan demikian segala bentuk diskriminasi (misalnya terhadap gender, ras, dan agama) harus dihapuskan. PAndangan seperti ini merupakan pandangan yang kontroversial pada masa itu. Namun, pAndangan tersebut dipegang teguh oleh Eleanor sebagai petunjuk dan arah bagi perjuangannya.
Buah perjuangan dari Eleanor Roosevelt dapat dinikmati saat ini. Modal utamanya adalah fokus pada kekuatan (bukan menangisi kelemahan), berperan aktif dalam berbagai kegiatan untuk memperjuangkan cita-cita mereka, tekun (tidak putus asa), dan mempunyai visi yang jauh ke depan.

“kelemahan bisa dijadikan kekuatan dengan memfokuskan perhatian pada hal yang bisa dilakukan dalam kelemahan tersebut”

Diambil dari buku Smart Tips From The Top
Oleh Sandra dan Roy Sembel

Tidak ada komentar: